M. Hafidz Fitratullah
Gubernur Irak pada zamannya, pernah memberikan uang kepada Ibnu Sirin (Tokoh ulama ahli Fiqih dan perawi Hadist dari golongan tabi’in yang menetap di Bashrah) sebesar 40 ribu dirham (Sekitar Rp 2,8 miliar). Namun, Ibnu Sirin menolak. (Ibnu Hajar Asqalani, dalam Tahdzib at-Tahdzib, 9/241).
Abdullah bin Rawahah adalah salah satu sahabat kepercayaan Rasulullah, yang diutus ke Khaibar untuk pengecekan benda mati dan pembayaran pajak. Tidak disangka-sangka, penduduk Khaibar mengumpulkan perhiasannya dan menyerahkan kepada Abdullah bin Rawahah dengan harapan memberikan keringanan dalam hal pajak. “Harta sogokan (risyhwah) yang kalian tawarkan kepadaku adalah harta haram. Kami tidak akan memakannya,” tegas Abdullah bin Rawahah (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2018).
Pesta demokrasi akan segera dimulai, kita sebagai warga negara Indonesia harus mendukung suasana damai dan tentram sehingga mengantarkan kepada kesejahteraan kehidupan berbangsa di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mari kita renungkan bersama harapan-harapan melalui deklarasi-deklarasi yang sudah berlalu sehingga bisa terimplementasi secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Para pendukung harus bisa mengkreasikan segala bentuk platform-platform kampanye dengan cara mendamaikan. Perlu diketahui, masyarakat sebenarnya sudah damai, semuanya tergantung pada elite politiknya. Kalau para elite hanya menyajikan kepada publik suatu pertikaian seperti merendahkan, tidak memberikan argumentasi positif bahkan money politics, maka masyarakat akan terbawa arus.
Ibnu Sirin dan Abdullah bin Rawahah sudah cukup kita jadikan contoh dalam kehidupan saat ini, terkhusus tentang politik uang. Direktur Sosialisasi dan Kampanye anti korupsi KPK, Amir Arief mengutarakan akibat money politics, di antaranya adalah; jika terpilih akan sibuk berfikir mengembalikan uang kampanye, infrastruktur akan menurun, berpotensi menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten. Ini akan berdampak buruk pada kualitas kebijakan dan layanan publik yang mereka hasilkan nantinya
Dalam pandangan Islam, money politics termasuk kategori risywah. Tindakan yang tidak etis dan bertentangan dengan nilai kejujuran, keadilan, dan transparansi. Bahkan, money politics termasuk ke dalam tindakan penyuapan dan melanggar aturan hukum. Money politics pun bisa menjadi cikal bakal kejahatan korupsi di masa yang akan datang. Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam kitabnya Fath Al-Baari telah menukil perkataan Ibnu Al-Arabi ketika menjelaskan tentang makna risywah atau suap-menyuap, yaitu suatu harta yang diberikan untuk membeli kehormatan/kekuasaan bagi yang memilikinya guna menolong/melegalkan sesuatu yang sebenarnya tidak halal.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
Artinya: Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Laknat Allâh kepada pemberi suap dan penerima suap”. (HR. Ahmad, no. 6984; Ibnu Majah, no. 2313)
Ayo bersama-sama kita hindari bahkan tolak money politics, karena besok pun dia akan mencari lagi untuk menutupi apa yang dia berikan. Integritas, almamater dan ilmu terlalu murah jika hanya ditukar dengan mobil apalagi hanya dengan secangkir kopi. Ingat, JANGAN AMBIL UANGNYA DAN TIDAK PERLU PILIH ORANGNYA. Jabatan sepanjang apapun pasti akan ditinggalkan, tapi hisab sejauh apapun akan didatangi.
Wallahu A’lam bis Showab