Pemantapan Keaswajaan Kelas Akhir Mapi; Tauhid dan Keannuqayahan

Annuqayah –Penyajian sesi kedua di hari pertama, diisi oleh Drs. K. H. Muhammad Muhsin Amir. Sebagai penyaji dalam pemantapan kali ini, beliau menyampaikan materi dengan tema tauhid dan keannuqayahan. Kegiatan yang biasanya dimulai pada pukul 10.00 WIB masih terjeda, disebabkan penyaji masih menghadiri acara pernikahan. Namun, pada kisaran pukul 11.20 WIB penyajian dapat dimulai.

Penyaji memulai kelas penyajian dari materi tauhid atau akidah ahlussunnah wa al-jamaah, berlanjut pada keannuqayahan. Pemaparannya kembali menyinggung seputar ahlusunnah wa al-jamaah, tapi lebih ditekankan pada unsur akidahnya. Dalam poin itu, penyaji memaparkan bahwa mazhab Aswaja dijadikan manhaj oleh kiyai Annuqayah yang mengaplikasikan antara dalil naqli dan aqli. Naqli terdiri dari dalil al-Quran dan hadis, sedangkan aqli merupakan dalil yang berdasarkan pikiran atau rasio yang sehat. Pengaplikasian tersebut lebih mengutamakan dalil naqli daripada aqli, karena dalam penuturan penyaji, akal manusia diibaratkan mata, sedangkan dalil naqli diibaratkan pelita. Jadi, agar mata tidak tersesat, maka pelita diletakkan di depan; mata mengikuti pelita. Lalu posisi akal manusia mengikuti dalil naqli, bukan sebaliknya.

Berlanjut pada penjelasan penyaji dalam tema selanjutnya, yakni keannuqayahan. Berdirinya pondok pesantren Annuqayah tepat pada 1887 M/1304 H, kurang lebih 136 yang lalu, yang untuk saat ini sudah memasuki generasi keempat. Pendiri Pondok Pesantren Annuqayah adalah Al-Syekh Al-‘Allamah Haji Muhammad Assyarqawi bin Raden Shodiqromo bin Kiyai Kanjeng Sinuwun bin Raden Martowidjoyo bin Raden Tirtokusumo bin Raden Arya Kering bin Raden Arya Penyangkringan bin Pangeran Kebiji Dipokusumo bin Pangeran Krapyak Yudhobongso bin Panembahan Pakaos bin Raden Jakfar Shadiq alias Sunan Kudus, Jawa Tengah. Akan tetapi, nama asli beliau adalah Muhammad Bahruddin. Nama Assyarqawi, menurut penjelasan penyaji, merupakan penisbatan pada tempat tinggal beliau yang posisinya, sewaktu masih ada di Makkah, ada di sebelah Timur (Indonesia). Beliau dilahirkan di Kota Kudus, Jawa Tengah, pada sekitar tahun 1835 M /1250 H dan wafat pada tahun 1911 M/1329 H (kurang lebih beliau berusia 76 tahun).

Poin lainnya yang juga dibahas adalah sistem pendidikan di Annuqayah. Kiprah Kiyai Assyarqawi dalam menyebarkan ilmu agama, pada mulanya dengan membuka pengajian al-Quran dan kitab-kitab klasik di Prenduan (kediaman istri beliau, Nyai Khadijah) selama kurang lebih 14 tahun, yang kemudian pindak ke desa Guluk-Guluk. Sebidang tanah yang dimiliki serta bahan bangunan yang ada, diberi bantuan oleh saudagar kaya, bernama H. Abdul Aziz, yang memiliki nama asal Lubengseh. Nama itulah yang menjadi cikal bakal nama dari salah satu daerah di Annuqayah, yaitu daerah Lubangsa.

Sedangkan untuk nama Annuqayah itu sendiri, asalnya dijadikan nama Madrasah dengan sebutan “Madrasah Annuqayah Assyafi’iyah”. Kemudian K. H. Moh. Ilyas menjadikannya sebagai sebutan untuk nama pesantren “Ma’had Annuqayah Al Islami”. K. H. Moh. Ilyas sendiri, merupakan generasi kedua yang memiliki pengetahuan sangat luas, berikut karya beliau: Mandzumah Al-Bajuri (Tauhid), Mandzumah Assafinah (Fiqh), Attarghiib wa Attarhiib (Akhlak). Khusus kitab yang terakhir, sebagaiamana penuturan penyaji, manuskripnya dipinjam oleh mahasiswa Instika yang juga santri Lubangsa, dan sampai saat ini belum dikembalikan kepada K. H. Abd. Warits Ilyas (W. 2013 M/1434 H). (IR_H)

Add your thoughts

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *