Oleh: Citra Sukma Ningsih
Dengan berkembangnya teknologi, zaman semakin berubah maka semakin cangggih dan mudah dalam memenuhi kebutuhan manusia karena pada saat ini, apapun yang diinginkan manusia akan senantiasa terpenuhi dalam satu klik di handphone masing-masing. Begitupula, Gen-Z yang saat ini sudah melek teknologi bisa memanfaatkan media sosial untuk berbisnis, berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, kapanpun dan di manapun baik secara personal ataupun banyak orang.
Adanya media sosial, kebutuhan dan keinginan semakin mudah maka media sosial juga memiliki dampak negatif yang mungkin kadang tidak disadari oleh setiap individu, salah satunya persepsi tentang body image. Mengapa body image? Karena dari banyaknya konten-konten yang menampilkan bentuk proporsi tubuh yang ideal dan menarik perhatian banyak orang, mental Gen-Z yang banyak mudah terpengaruh karena konten kreatornya kebanyakan dari Gen-Z. Hal ini memicu penonton untuk meniru body yang dimiliki para konten kreator bahkan penonton akan merasakan ketidakpuasan terhadap tubuhnya sendiri.
Media sosial adalah hasil dari perkembangan teknologi masa kini yang bertujuan untuk membagi serta mengambil informasi, menawarkan serta menyusun organisasi online agar dapat menyebarkan konten-kontennya. Adapun media sosial yang digandrungi Gen-Z adalah Tiktok dan Instagram karena tersedianya video berdurasi pendek atau gambar statis. Dari kedua media tersebut, banyak Gen-Z tertarik dan meniru konten-konten yang dianggap FYP dan akan menarik banyak orang untuk menontonnya.
Selain itu, instagram dan tiktok bukan hanya memberikan hiburan bagi penggunanya akan tetapi juga telah menciptakan standar kecantikan terutama pada Gen-Z karena banyaknya para konten kreator yang berlomba-lomba untuk menjadi kreator yang terus FYP dan gila like,dan komen. Sehingga apapun yang bisa menarik perhatian banyak orang akan dilakukan, salah satunya mengikuti standar body yang sedang trend.
Konten-konten yang tersaji dalam kedua media sosial tersebut seperti video a day in my life, dance, fashion baik dalam bentuk video pendek maupun video panjang sehingga dapat memberikan kesan bagi penggunanya. Setiap unggahan yang ditonton akan berpotensi membentuk citra tubuh penggunanya karena di dalam konten tersebut menayangkan figur maupun kehidupan yang sempurna baik secara fisik, materi dan lain sebagainya yang ditampilkan oleh pengguna lain.
Akibat dari tayangan konten yang tersaji tentang standar body yang ditetapkan oleh trend mengakibatkan ketidakpuasan tubuh karena terdapat perbandingan diri dengan internalisasi penampilan ideal dijadikan sebagai acuan untuk menilai penampilan dan tubuhnya sendiri. Intensitas bermain media sosial akan memengaruhi body image seseorang, semakin sering bermain media sosial maka akan semakin negatif terhadap body image. Hal ini dipengaruhi standar body image yang ditetapkan di media sosial terkadang kurang masuk akal.
Body image adalah gambaran psikologis seseorang yang berfokus pada ukuran serta bentuk dan seperti apa penilaian orang terhadap dirinya. Akan tetapi apa yang ada dakam pemikiran dan perasaannya belum sesuai dengan realita yang terjadi melainkan penilaian subjektif yang diberikan pada dirinya sendiri. Biasanya yang diperhatikan dalam standar body image adalah evaluasi penampilan yakni penilaian individu terhadap body nya secara keseluruhan apakah terlihat menarik dan memuaskan apa tidak, selain itu orientasi penampilan juga sering dilakukan oleh individu karena mengubah penampilan dengan sebaik mungkin melalui perawatan serta memodifikasi penampilannya.
Dari hal tersebut, banyak orang kemudian memodifikasi penampilan serta tubuhnya secara terus menerus mengikuti trend yang ada dan tidak memikirkan efek yang akan dirasakan ketika tua, apabila terlalu berlebihan dalam mengubah penampilannya. Selain itu, rasa ketidak puasan akan datang terus menerus karena trend standar kecantikan selalu berubah-ubah, hal ini merupakan gangguan Body Dysmorphic Disorder (BDD), yakni kondisi ketika tidak bisa berhenti memikirkan kekurangan dalam penampilannya padahal kekurangan tersebut tampak kecil atau tidak terlihat namun seseorang yang mengidap gangguan ini akan merasa sangat gelisah, cemas sehingga menghindari situasi sosial Individu khususnya Gen-Z yang mengidap BDD akan memiliki masalah gangguan mood makan karena merasa takut terlalu gemuk dan lain sebagainya karena pengidap BDD akan selalu merasa cacat terhadap bentuk tubuh dan penampilannya sehingga ia bercermin setiap waktu, melihat penampilannya apa saja yang masih kurang padahal sebenarnya sudah sesuai dengan keinginannya namun pengidap BDD akan tetap merasa kurang dan tidak akan pernah puas terhadap tubuh dan penampilannya.
Oleh karena itu, Gen-Z yang menghadapi situasi seperti ini maka harus memiliki Self-acceptance dan body positivity yang artinya penerimaan diri dan pengenalan terhadap diri sendiri agar meningkatkan rasa percaya diri. Selain itu, self acceptance juga berkaitan dengan interpersonal karena terjadi proses dialog internal yang berlangsung di dalam ruang self itu sendiri. Di dalam komunikasi tersebut diharapkan ada kesadaran dalam penerimaan diri karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan tidak semua kekurangan harus dijadikan sebagai sumber hilangnya gairah dalam menjalani kehidupan dan hancurnya bersosialisasi dengan orang lain.
Dengan adanya self acceptance, Gen-Z diharapkan dapat melihat dirinya dalam kondisi yang sama tanpa harus terpengaruh bagaimana orang lain memandang dirinya karena jika seseorang gampang menerima keadaan dirinya maka memungkinkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan pengalaman dan kritikan terhadap tubuh dan penampilannya sehingga menjadi evaluasi yang positif terhadap dirinya. Penting bagi Gen-Z dalam melatih proses “penerimaan diri” dengan cara mengetahui apa saja kekurangan yang ada pada dirinya, menjadikan omongan orang lain sebagai motivasi untuk memperbaiki diri yang lebih baik bukan lantas dijadikan bahan untuk insecure dan over dalam mengubah penampilannya dan selalu ingin ikut trend yang beredar di media sosial.
Selain itu, penerimaan diri juga dilakukan dengan cara bersyukur dan selalu menanamkan afirmasi positif terhadap dirinya sendiri bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan yang sempurna. Oleh karena itu dalam memperbaiki kekurangan untuk menjadi sempurna tidak harus dengan cara insecure dan merasa kurang terhadap penampilan dan bentuk tubuhnya.