Pemantapan Keaswajaan dan Keannuqayahan Kelas Akhir Hari Ketiga: Fiqih Annuqayah

Annuqayah –Peminatan pada hari ketiga (22/05) dimulai pada pukul 08.19 WIB. Kegiatan yang bertempat di Aula MA 1 Annuqayah Putri, diisi oleh K. Halimi Ishomuddin sebagai penyaji dan Bapak Ach. Salman, S. Pd. I. sebagai moderator. Tema pemantapan kali ini adalah seputar Fiqih Annuqayah; cara bersyariat atau beribadah di Annuqayah.

Secara umum, penyaji menyinggung seputar Fiqih Aswaja, yang sudah dijadikan patokan oleh Annuqayah itu sendiri. Lalu untuk memahami cara dalam beribadah, dibutuhkan pemahaman dasar terhadap materi-materi yang memang sudah berdasarkan kitab-kitab Aswaja. Penyaji menyebutkan beberapa kitab fiqih dasar, yaitu fathul qarib, kifayatul akhyar, dan fathul mu’in. Karena ciri khas dari Aswaja adalah berkiblat kepada imam mazhab, maka fiqih ibadah yang digunakan, khususnya di Annuqayah adalah bermazhab imam syafi’i. Poin penting yang bahkan sering diulang oleh penyaji mengenai mazhab imam syafi’I terletak pada konsistensi dalam bermazhab. Namun, walau demikian, bukan berarti tidak boleh pindah mazhab, hanya saja jika hal tersebut terjadi khawatir talfiq, mengambil yang enak-enak saja.

Penyaji menyebutkan fiqih ibadah di Annuqayah, yaitu dalam bersuci. Kehati-hatian yang dimaksud dalam urusan air mencapai dua qullah. Ukuran dua qullah tersebut, disebutkan oleh penyaji, dengan perkiraan 65 cm2 (kalau bak mandinya menggunakan keramik). Selain itu, berdasarkan pada kebiasaan keluarga penyaji, adalah menyediakan sandal khusus kamar mandi, lagi-lagi dalam rangka ikhtiyath. Berpindah pada perkara salat, ciri yang biasa ditemukan adalah duduk istirahat, yang dilakukan setelah sujud, sebagai jeda sebelum kembali berdiri. Begitupun dengan doa qunut yang memang sangat biasa dilakukan.

Penyaji mengajak siswa untuk mengingat kembali soal bulan Ramadhan. Tentu pada seputar salat tarawih, yang jumlah rakaatnya cukup beragam. Ada yang menggunakan 20 rakaat dan 8 rakaat. Namun, penyaji menekankan, dengan merujuk pada nasihat K. H. Ishomuddin (Alm.) –ayahanda penyaji dan K. H. A. Warits Ilyas (Alm.) bahwa jumlah rakaat tarawih yang digunakan adalah 20 rakaat, berdasarkan pada keputusan Sahabat Umar.

Terakhir, penyaji berpesan agar tanggung jawab siswa sebagai santri, harus tetap berpegang teguh dalam akidah dan akhlak, yang memang sudah diajarkan di Annuqayah. Ditekankan pula, agar tidak merasa gengsi saat rasa ketidaktahuan menghampiri. “Jangan malu untuk bertanya, sekalipun nanti sudah menjadi mahasiswa,” begitu kira-kira penuturan penyaji.(IR_H)

Add your thoughts

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *