Pemantapan Keaswajaan Kelas Akhir Hari Ketiga; Akhlak Tasawwuf Annuqayah

Annuqayah –Sesi kedua untuk Pemantapan Keaswajaan dan Keannuqayahan pada hari ini (22/05) diisi oleh K. H. Hanif Hasan sebagai penyaji dan Bapak Drs. Asy’ari Khotib sebagai moderator. Penyajian yang bertema Akhlak Tasawwuf Annuqayah tersebut, dimulai pada pukul 11.23 WIB. Tidak banyak yang penyaji sampaikan, sebab menyadari waktu yang terlampau terbatas, dikarenakan adanya kendala.

Penyajian dimulai dengan pertanyaan yang diberikan kepada peserta, berupa “Sebagai orang yang mengaku muslim kita harus apa?” sejenak suasan hening, beberapa berdiskusi kecil mencari jawaban, lalu sebagian lainnya terdiam. Suasana kembali hidup, ketika penyaji memberikan jawaban, bahwa sebagai orang yang mengaku muslim hendaklah menaati ajaran Islam. Lalu dilanjutkan kembali dengan pertanyaan kedua, “Apakah ajaran Islam itu?” suasana kembali riuh, tapi tetap tidak ada jawaban, kemudian penyaji menjelaskan bahwa ajaran Islam itu adalah melaksanakan semua perintah yang ada di dalam agama (wajib dan sunnah) dan menjauhi semua larangannya (haram dan makruh). Dua poin itulah yang kemudian penyaji simpulkan sebagai ciri dari Islam Kaffah.

Jauh setelahnya, pembahasan mengenai Islam Kaffah dijelaskan dengan lebih ditail, yang mencakup, islam, iman, dan ihsan. Dalam rukun islam tersebut menjadi bagian dari syariat atau fiqih, sedangkan di dalam rukun iman mencakup bidang akidah (ushuluddin), dan pada bagian ihsan mencakup urusan akhlak tasawwuf. Masing-masing dari ketiga hal tersebut memiliki mazhab tersendiri. Lalu apabila kembali pada fokus materi penyajian kali ini, adalah pada bidang akhlak tasawwuf di Annuqayah. Dalam hal bertasawwuf, harus tetap menjalankan syariat yang ada. Sebab, dalam tasawwufnya Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi tidak ada ceritanya orang yang sufi, meninggalkan salat.

Saat penyajian hendak berakhir, penyaji memberikan pesan kepada para siswa agar jangan mudah menuduh orang lain bukan Aswaja. Artinya hendaklah berhati-hati, jaga sikap. Kemudian dalam berakidah sudah benar, maka harus diimbangi dengan syariah, lalu dihiasi dengan akhlak tasawwuf. Sebab, menurut penuturan penyaji saat mengutip pendapat Nur Kholis Majid, tasawwuf itu inti dari keberagamaan.(IR_H)

Add your thoughts

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *